Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa’ala alihi sayyidina Muhammad... Bulan Rabi’ul ‘awwal telah datang. Orang-orang mulai melantunkan banyak sholawat secara berjama’ah di masjid-masjid, mushola, langgar, surau-surau, di tengah perkotaan, di tengah pelosok desa, di lapangan luas, di tengah jalan, bahkan didalam gang-gang sempit dan di seluruh pelosok dunia, semua orang membaca sholawat untuk mengenang dan memperingati kelahiran nabi dan manusia yang paling mulia didunia, kekasih ALLAH S.W.T. idola nomor satu umat Islam yaitu Baginda Nabi Sayyidina Muhammad S.AW.
Memperingati kelahiran nabi Muhammad S.A.W. disebut dengan Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab : مولد النبي, mawlid an-nabī). Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.
Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, tahlil, ratib, kitab maulid Barzanji, Syaraful ‘anam, Ad-Diba’i, Simtudduror, Addiya’ullami, dan pengajian ceramah yang berisikan hikmah maulid dan acara Mauludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan alat musik yang bernafaskan Islam seperti marawis, hadroh, bahkan di pulau jawa di meriahkan dengan permainan gamelan sekaten.
Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad S.A.W.

Perayaan maulid Nabi Muhammad S.A.W. pertama kali dirintis oleh Shalahuddin al-Ayyubi, sultan Mesir dari Bani Ayyub yang memerintah pada 570-590 Hijriah atau 1174-1193 Masehi dengan daerah kekuasaan yang membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Ketika itu dunia Islam tengah terlibat dalam perang salib berhadapan dengan bangsa Eropa, terutama bangsa Perancis, Jerman, dan Inggris. Pada 1099, pasukan gabungan eropa berhasil merebut Yerusalem dengan mengubah Masjid Al-Aqsha menjadi gereja. Ketika itu dunia Islam seperti kehilangan semangat jihad dan ukhuwah, sebab secara politis terpecah belah dalam beberapa kerajaan dan kesultanan meskipun khalifahnya satu, yaitu Khalifah Bani Abbas di Baghdad, Iraq.
Melihat suasana lesu itu, Shalahuddin berusaha untuk membangkitkan semangat jihad kaum muslimin dengan menggelar Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awwal. Menurutnya, semangat jihad itu harus dibangkitkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Rasulullah SAW. Namun gagasan itu sebenarnya bukan usulan dia, tetapi usulan dari saudara iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yaitu seorang atabeg (bupati) di Irbil, Suriah Utara.
Awalnya, gagasan Shalahuddin ditentang para ulama, sebab sejak zaman Nabi perayaan maulid itu tidak ada. Apalagi, di dalam agama islam hari raya resmi cuma ada dua yaitu, Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Namun Shalahuddin menegaskan bahwa perayaan Maulid hanyalah semarak syiar Islam, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dikategorikan sebagai bid’ah. Kebetulan Khalifah An Nashir di Baghdad pun menyetujuinya.
Maka di tengah musim haji pada 579 Hijriah atau 1183 Masehi, Shalahuddin mengimbau seluruh jamaah haji agar setiap tahun merayakan maulid Nabi di kampung halaman masing-masing. Salah satu kegiatan yang dalam maulid yang pertama kali digelar oleh Shalahuddin pada 580 H/1184 M adalah sayembara menulis riwayat Nabi yang diikuti oleh sejumlah ulama dan sastrawan.
Setelah diseleksi, pemenang pertamanya adalah Syaikh Ja’far Al-Barzanji yang menulis riwayat Rasulullah S.A.W. dan keluhuran akhlaknya dalam bentuk syair yang panjang, yaitu Maulid Barzanji.
Ternyata, peringatan Maulid Nabi yang digagas oleh Shalahuddin al-Ayyubi mampu menggelorakan semangat jihad kaum muslim dalam menghadapi serangan agresi Barat dalam Perang salib. Shalahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga Yerusalem berhasil direbut pada 583 H atau 1187 M.
Perbedaan Pendapat

Tetapi Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Karena mayoritas ulama dan muslim disana berpaham Salafi dan Wahhabi yang tidak merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah bid'ah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad S.A.W. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya. Namun demikian, terdapat pula ulama yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi bukanlah hal bid'ah, karena merupakan pengungkapan rasa cinta kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Perbedaan pandangan tentang hukum merayakan maulid Nabi Muhammad S.A.W, suka atau tidak suka, memang telah kita warisi dari zaman dulu. Para pendahulu kita sudah berbeda pendapat sejak masa yang panjang. Sehingga bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak kewajiban hanya lantaran masih saja meributkan peninggalan perbedaan pendapat di masa lalu.
Sementara di masa sekarang ini, sebagai umat Islam, kita justru sedang berada di depat mulut harimau sekaligus buaya. Kita sedang menjadi sasaran kebuasan binatang pemakan bangkai. Bukanlah waktu yang tepat bila kita saling bertarung dengan sesamasaudara kitasendiri, hanya lantaran masalah ini.
Sebaliknya, kita justru harus saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kita terjebak untuk terus bertikai, maka para pemangsa itu akan semakin gembira.
Oleh karena itu, mari dari hikmah maulid Nabi Muhammad S.A.W. dapat menjadi sarana pemersatu bagi umat Islam diseluruh dunia untuk bersama-sama, bahu-membahu, bergotong-royong, serta berkorban jiwa dan raga untuk menegakkan syari’at Islam di muka bumi ini. Shollu ‘alaa Muhammad....