Sabtu, 05 Mei 2012

Bunda, Umar sayang bunda! Oleh : Ukasah Aditya

“Bunda, kenapa Allah gak kasih kita

hidup enak yah?” tanya seorang anak

pada ibunya.

“Mungkin karena Allah amat sayang

sama kita,” jawab bundanya dengan

santun.

“Begitu ya, bunda?” Anaknya berujar.

“Iya, nak. Allah amat sayang sama

kita, Allah gak mau kita terlena sama

nikmat dunia,” sambil meneteskan air

mata Bundanya berujar pelan.

Sore pun menjelang, bersiaplah Umar

kecil untuk pergi ke masjid dekat

rumahnya. Mengenakan peci

kesayangannya dan kain sarung yang

agak kumal. Langkahnya berpacu

dengan suara iqamah petang itu.Dari

sudut jendela, bundanya tertegun

melihat anaknya amat riang

mendengar panggilan Allah itu.

“Ayo, nak, bergegas. Jangan sampai

kau telat shalat maghrib ini!” teriak

bundanya dari balik jendela.

“Iya, Bunda. Assalamu’alaikum. ..”

jawab Umar.

Bangga rupanya bunda Umar ini,

melihat pelita kecilnya rajin ibadah.

Matanya berkaca-kaca saat teringat

Ramadhan tahun yang lalu.

“Sayang, andai kau lihat anak kita saat

ini, dia lucu sekali,” gumam bunda

Umar dalam hati.

Melayang pikiran bunda Umar,

mencoba mengingat setahun yang

lalu di kamar ini. Selepas ia tunaikan

shalat maghrib, diraihnya Mushaf kecil

agak kusam lalu air matanya menetes

perlahan.

“Sayang, aku rindu saat-saat itu,”

lirihnya pelan sebelum membaca Ar-

Rahman malam itu.

“Andai kau ada di sini sayang, melihat

tingkah Umar yang lucu. Memegang

pipinya yang tembem, kau elus

rambutnya yang lebat. Akhhh…

Betapa nikmat, sayang. Andai Allah

berikan kesempatan kita berkumpul

kembali, menikmati lantunan

suaramu saat kau jadi Imam kami,

kau bacakan surat kesukaanmu, kau

do’akan kami semua agar kami sehat

selalu. Kau berikan tanganmu untuk

kukecup tanda baktiku untukmu. Kau

elus kepala imut Umar, sayang. Andai

kesempatan itu kembali terulang.”

“Bunda, kenapa nangis?” dielusnya

pipi putih Bunda oleh Umar.

“Bunda gak apa-apa kok, nak. Bunda

cuma kangen sama ayah,” sambil

dikecupnya kening Umar yang baru

pulang dari masjid.

“Bunda, emang ayah ke mana?” tanya

polos Umar.

Sambil menitikan air mata, Bunda pun

membelai kepala kecil Umar.

“Ayah udah ketemu sama Allah, nak.

Ia tersenyum di sana. Ayah titip pesen

kalo Umar harus jaga Bunda. Kau

mau, nak?” tanya Bunda sambil

mengusap air mata.

“Mau, Bunda. Bunda kesayangan

Umar. Umar pastiii jagaa bunda,”

sambil tersenyum riang Umar

menjawab.

Tawa kecil pun meledak di malam

sunyi itu.

“Ayo, nak. Mari kita tidur. Besok pagi-

pagi kita temui ayah. Umar harus janji

sama ayah bakal jaga Bunda ya?” ajak

Bunda.

“Iya, Bunda. Umar janji jaga Bunda,”

mata Umar pun seraya tertutup.

“Masya Allah…” teriakku terbangun

dari tidur. Tak terasa sudah hampir 3

jam aku tertidur amat pulas. Sesaat

tersadar kalau malam ini, aku

bermimpi bertemu Umar dan

suamiku.

“Allahu akbar…” tak terasa aku

kembali meneteskan air mata.

Terkenang semua yang pernah terjadi

malam ini, kecelakaan yang merengut

kedua belahan jiwa membuatku

kembali menitikan air mata.

Masih ingat olehku, bagaimana

senyum manis Umar sebelum

berangkat shalat ke masjid. Masih

ingat olehku, bagaimana suamiku

mencium keningku sebelum aku pergi

tidur.

“Tuhan… Jaga belahan Jiwaku. Berilah

mereka tempat yang lapang, ya Rabb.

Kumpulkan mereka sebagai umatmu

yang bertakwa. Tuhan… Kumpulkan

kami kembali di JannahMu. Aku rindu

Umar…” do’aku lirih menutup qiyamul

lail malam ini.

Bunda sayang kalian… Tunggu bunda

yah! Kita pasti akan bertemu kembali,

sayang.

Laa ilaaha illaa annta subhaanaka

inni kunntu minazhahaalimin. ..Laa

haula walaa quwwata illaa

billaahil’aliyyil’ azhim


Published with Blogger-droid v2.0.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar