“Bunda, kenapa Allah gak kasih kita
hidup enak yah?” tanya seorang anak
pada ibunya.
“Mungkin karena Allah amat sayang
sama kita,” jawab bundanya dengan
santun.
“Begitu ya, bunda?” Anaknya berujar.
“Iya, nak. Allah amat sayang sama
kita, Allah gak mau kita terlena sama
nikmat dunia,” sambil meneteskan air
mata Bundanya berujar pelan.
Sore pun menjelang, bersiaplah Umar
kecil untuk pergi ke masjid dekat
rumahnya. Mengenakan peci
kesayangannya dan kain sarung yang
agak kumal. Langkahnya berpacu
dengan suara iqamah petang itu.Dari
sudut jendela, bundanya tertegun
melihat anaknya amat riang
mendengar panggilan Allah itu.
“Ayo, nak, bergegas. Jangan sampai
kau telat shalat maghrib ini!” teriak
bundanya dari balik jendela.
“Iya, Bunda. Assalamu’alaikum. ..”
jawab Umar.
Bangga rupanya bunda Umar ini,
melihat pelita kecilnya rajin ibadah.
Matanya berkaca-kaca saat teringat
Ramadhan tahun yang lalu.
“Sayang, andai kau lihat anak kita saat
ini, dia lucu sekali,” gumam bunda
Umar dalam hati.
Melayang pikiran bunda Umar,
mencoba mengingat setahun yang
lalu di kamar ini. Selepas ia tunaikan
shalat maghrib, diraihnya Mushaf kecil
agak kusam lalu air matanya menetes
perlahan.
“Sayang, aku rindu saat-saat itu,”
lirihnya pelan sebelum membaca Ar-
Rahman malam itu.
“Andai kau ada di sini sayang, melihat
tingkah Umar yang lucu. Memegang
pipinya yang tembem, kau elus
rambutnya yang lebat. Akhhh…
Betapa nikmat, sayang. Andai Allah
berikan kesempatan kita berkumpul
kembali, menikmati lantunan
suaramu saat kau jadi Imam kami,
kau bacakan surat kesukaanmu, kau
do’akan kami semua agar kami sehat
selalu. Kau berikan tanganmu untuk
kukecup tanda baktiku untukmu. Kau
elus kepala imut Umar, sayang. Andai
kesempatan itu kembali terulang.”
“Bunda, kenapa nangis?” dielusnya
pipi putih Bunda oleh Umar.
“Bunda gak apa-apa kok, nak. Bunda
cuma kangen sama ayah,” sambil
dikecupnya kening Umar yang baru
pulang dari masjid.
“Bunda, emang ayah ke mana?” tanya
polos Umar.
Sambil menitikan air mata, Bunda pun
membelai kepala kecil Umar.
“Ayah udah ketemu sama Allah, nak.
Ia tersenyum di sana. Ayah titip pesen
kalo Umar harus jaga Bunda. Kau
mau, nak?” tanya Bunda sambil
mengusap air mata.
“Mau, Bunda. Bunda kesayangan
Umar. Umar pastiii jagaa bunda,”
sambil tersenyum riang Umar
menjawab.
Tawa kecil pun meledak di malam
sunyi itu.
“Ayo, nak. Mari kita tidur. Besok pagi-
pagi kita temui ayah. Umar harus janji
sama ayah bakal jaga Bunda ya?” ajak
Bunda.
“Iya, Bunda. Umar janji jaga Bunda,”
mata Umar pun seraya tertutup.
“Masya Allah…” teriakku terbangun
dari tidur. Tak terasa sudah hampir 3
jam aku tertidur amat pulas. Sesaat
tersadar kalau malam ini, aku
bermimpi bertemu Umar dan
suamiku.
“Allahu akbar…” tak terasa aku
kembali meneteskan air mata.
Terkenang semua yang pernah terjadi
malam ini, kecelakaan yang merengut
kedua belahan jiwa membuatku
kembali menitikan air mata.
Masih ingat olehku, bagaimana
senyum manis Umar sebelum
berangkat shalat ke masjid. Masih
ingat olehku, bagaimana suamiku
mencium keningku sebelum aku pergi
tidur.
“Tuhan… Jaga belahan Jiwaku. Berilah
mereka tempat yang lapang, ya Rabb.
Kumpulkan mereka sebagai umatmu
yang bertakwa. Tuhan… Kumpulkan
kami kembali di JannahMu. Aku rindu
Umar…” do’aku lirih menutup qiyamul
lail malam ini.
Bunda sayang kalian… Tunggu bunda
yah! Kita pasti akan bertemu kembali,
sayang.
Laa ilaaha illaa annta subhaanaka
inni kunntu minazhahaalimin. ..Laa
haula walaa quwwata illaa
billaahil’aliyyil’ azhim
Sabtu, 05 Mei 2012
Bunda, Umar sayang bunda! Oleh : Ukasah Aditya
Published with Blogger-droid v2.0.4
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar